DENPASAR-Jurnalbali.com
Belasan tokoh umat Katolik dari Lingkungan Pajoreja dan Lingkungan Dhawe, Paroki St. Joanes Baptista Wolosambi, Kecamatan Mauponggo, Kevikepan Mbay, Kabupaten Nagekeo, Keuskupan Agung Ende, sepakat menolak rencana eksplorasi geotermal yang sebelumnya telah disurvei oleh tim ahli geologi dari Kementerian ESDM. Para tokoh masyarakat yang hadir antara lain Koordinator Lingkungan Pajoreja Freddy Leby, Koordinator Lingkungan Dhawe Emanuel Ndala, Kepala Desa Ululoga Petrus Leko, tokoh masyarakat Desa Lodaolo Yulius Mere, Paskalis Nuga, Falens Bajo, tokoh masyarakat Desa Ululoga Damianus Mere, serta sejumlah sesepuh lainnya. Beberapa perwakilan ibu-ibu dari sekitar lokasi survei juga turut hadir. Koordinator Lingkungan Pajoreja Freddy Leby menjelaskan bahwa pihaknya telah menerima banyak informasi mengenai tim yang pernah datang ke lokasi untuk melakukan survei.
—–
“Kami di Desa Ululoga memiliki apa yang disebut desa wisata alam. Saat itu kami berpikir bahwa survei itu dilakukan untuk kepentingan desa wisata sebab kami memiliki tracking ke sumber air panas. Ternyata petugas yang datang mengukur suhu air panas, itu pemanis untuk rencana eksplorasi Geotermal. Kami pasang badan menolak rencana eksplorasi Geotermal di wilayah kami, sesuai dengan arahan bapa Uskup Agung Ende Mgr. DR. Paulus Budi Kleden, SVD,” ujarnya, Sabtu (19/4/2025).
Penolakan serupa juga disampaikan oleh seluruh perwakilan umat dan tokoh masyarakat yang hadir. Intinya, mereka menolak rencana eksplorasi geotermal yang telah disurvei di wilayah mereka.
Pastor Paroki St. Joanes Baptista Wolosambi, RD. Arnoldus Yansen Triyono, menegaskan bahwa sebagai pastor paroki, dirinya tegak lurus dengan otoritas Gereja Katolik lokal. Ia juga menyebutkan bahwa beberapa titik di wilayah parokinya telah disurvei.
“Sebagai pastor paroki, saya mewakili umat menolak geotermal, yang merusak ibu bumi. Hidup kami bergantung pada tanah, air dan alam. Tolong jangan ganggu ibu bumi yang sudah menghidupi kami. Jangan rusakkan harmoni alam di bumi Paroki Wolosambi,” ujarnya.
Ia juga menyampaikan rencana pembentukan forum peduli lingkungan setelah pekan suci atau Paskah. Forum tersebut akan melibatkan generasi muda Wolosambi, para tokoh masyarakat dari seluruh paroki, serta akademisi. Forum ini nantinya akan secara berkelanjutan melakukan advokasi, sosialisasi, dan edukasi kepada masyarakat luas tentang bahaya eksplorasi geotermal terhadap ekosistem.
Aksi perdana forum ini akan digelar pada 5 Juni 2025 dalam rangka memperingati Hari Bumi dan Hari Lingkungan Hidup. Ketua Aliansi Terlibat Bersama Korban Geotermal Flores, Pastor Felix Bhaghi, SVD, menyatakan bahwa Flores adalah pulau geotermal.
“Kami sudah mendata ada sekitar 21 titik geotermal di seluruh Flores yang didata oleh otoritas untuk dieksplorasi. Kondisi akan sangat berbahaya bagi keberlangsungan hidup lingkungan hidup lainnya. Karena ini kita perlu perlawanan secara massal agar bumi yang subur dan kaya raya ini tidak dirusak oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,” ujarnya.
Dosen Filsafat di Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero ini ikut mendatangi lokasi survei bersama perwakilan umat dari dua desa di Kecamatan Mauponggo, Kabupaten Nagekeo. Dalam pengamatannya, daerah yang berada di lereng Gunung Ebulobo itu memiliki iklim yang sejuk dan harmonis.
“Saat ini kita belum membutuhkan listrik untuk produksi. Kita harus mencurigai kepentingan kapitalis di balik proyek geotermal ini,” lanjutnya.
Ia juga mengingatkan dampak negatif dari proyek geotermal di Mataloko dan Sokoria, yang menurutnya tidak transparan dan menyebabkan kerusakan lingkungan.
“Mari kita bersatu menolak rencana eksplorasi Geotermal yang sudah disurvei oleh tim ahli geologi dari otoritas terkait. Kita belum butuh listrik untuk produksi, untuk industri dan sebagainya. Masih ada sumber daya alam yang lain yang bisa dikembangkan menjadi tenaga listrik tanpa harus merusak bumi,” pungkasnya.
Rilis||Editor||Edo