Kisruh Lahan Bandara, Ahli Waris Siap Tempuh Jalur Hukum

18/03/2021 04:18
Fransiskus Subur
banner-single

LABUAN BAJO Jurnalbali.com

Salah satu ahli waris pemilik tanah di Bandara, Fransiskus Subur memastikan akan melakukan upaya hukum perdata atas hilangnya tanah miliknya di Bandara Komodo yang pernah diambil oleh pemerintah Kabupaten Manggarai (sebelum pemekaran) untuk perluasan kawasan landasan. Hal itu disampaikann Frans Subur pada, Selasa 16 Maret 2021 di Labuan Bajo.

————————-

Ia menjelaska bahwa pada tahun 1980-an, mantan Bupati Manggarai, Bapa Lega melalui camat pada saat itu, Alo Tani meminta kepada ayah ahli waris, Tarsi Tapu untuk memohon agar separuh lahan miliknya diberikan kepada pemerintah untuk perluasan kawasan bandara. “Pada saat itu di lokasi itu ada sawah dan padi sudah mulai menguning dan siap panen. Di situ (landasan) sawah besar hampir 2 Ha,” ujarnya.

Menurutnya, belum sempat untuk mengetam semua padi yang sudah matang, tiba tiba pemerintah langsung melakukan pekerjaan. Akibatnya, banyak tanaman padi yang rusak dan tidak sempat dipanen. “Padinya diinjak injak. Mama pada saat itu marah besar,” ujarnya.

Baca Juga :   Jemput Narkoba Dari Bima, 2 Pelaku Asal Labuan Bajo Ditangkap di Plabuhan

Tahun 1992 kemudian pihaknya mengajukan ganti rugi lahan tersebut atau tukar guling. Namun baru direalisasi pada tahun 1999 dimasa kepemimpinan Bupati Manggarai, Gaspar Ehok. Namun pada saat itu, Tarsi Tapu tidak mau ganti lahannya dengan lahan kering. Sehingga pada saat itu, diberilah tanah sawah di kawasan Nggorang dengan jumlah luas lahan seperti sebelumnya. Namun, ketika Tarsi Tapu hendak melakukan pengukuran di atas tanah yang ditunjuk oleh pemerintah pada saat itu, ternyata sudah menjadi hak milik orang lain. “Akhir tidak jadi tukar. Sementara tanah kita di Bandara sudah diambil semua oleh pemerintah,” ujarnya.

Kemudian pada tahun 2006 saat Manggarai Barat sudah terbentuk. Pihaknya melakukan tuntutan kepada Bupati Mabar pertama, Fidelis Pranda (Alm). Fidelis Pranda pun menunjuk tanah milik Pemda Mabar di Cowang Dereng, tepatnya di samping kantor Polres Mabar sebanyak 12 kapling dan beberapa kapling lainnya di sekitar kawasan rumah jabatan Bupati Mabar. Selan pihaknya, ada enam (6) orang lain juga yang mendapat pembagian di sekitar kawasan rumah jabatan bupati Mabar. Enam orang lain tersebut adalah pemilik lahan di Bandara yang tanahnya masuk kawasan perluasan bandara. 

Baca Juga :   Narkoba Masuk Labuan Bajo, Polres Mabar Tangkap 3 Pelaku

Pada Tahun 2012, mantan Bupati Mabar, Agustinus Ch Dulla mengukuhkan kepemilikan sah atas tanah tukar guling milik 7 orang ini dan mengeluarkan surat keputusan Bupati (SK). SK tersebut bersifat umum dan berlaku bagi 7 orang yang tanahnya masuk kawasan bandara untuk perluasan. Hanya di dalam SK tersebut tercantum nomor kapling dan kepemilikannya masing masing. Selain itu, SK tersebut tidak memiliki nomor. Kelemahan lain dari SK tersebut ada kekurangan jumlah luas lahan untuk pemilik atas nama Tarsi Tapu.

Frans Subur membantah pernyataan mantan ketua Komisi A DPRD Mabar, Saleh Muhidin yang menyebutkan bahwa ada SK perubahan pada Tahun 2016. Yang sebenarnya menurut dia, penerbitan SK perubahan oleh mantan Bupati Mabar, Gusti Dula itu pada tahun 2015. SK perubahan itu diterbit untuk memperbaiki jumlah luas lahan milik Tarsi Tapu dan nomor SK. Ia juga membantah pernyataan Sale Muhidin yang menyebut luas lahan dari 12 Ha menjadi 16 Ha.

Baca Juga :   Hadiri Pembukaan Rakernas FKPT se-Indonesia, Bupati Mabar ‘Jual’ Labuan Bajo

Ia menegaskan bahwa awalnya luas lahan miliknya hanya 12. 000 m². Namun karena kerugian mereka selama 7 tahun tidak penen padi yakni dari 1992 sampai 1997. Sehingga ada penambahan 4.000 m². Hanya sayangnya, kata dia, SK itu terbit tidak melalui paripurna di DPRD Mabar terdahulu. “Pemerintah sudah benar mengupaya ganti rugi lahan milik 7 orang warga ini. Tapi salahnya tidak paripurna. Biasanyakan paripurna dulu baru terbit SK,” ujarnya.

Mantan anggota DPRD Mabar ini menjelaskan bahwa hanya pihaknya saja yang belum mendapat ganti rugi atas pembebasan lahan di bandara. “Yang lain sudah terima uang hanya kami saja yang belum,” ujarnya. Menurutnya, jika Kejari Mabar membatalkan SK yang diterbitkan oleh Gusti Dulla tahun 2015 maka semua pemilik lain yang sudah mendapat uang ganti rugi akan gugur dan uang dikembalikan ke negara. “Karena SK yang kami pegang ini SK yang sama. Kenapa kok kita punya yang gugur,” ujarnya.

Baca Juga :   Menyingkap Prostitusi Terselubung Berkedok Tempat Pijat di Labuan Bajo (1)

Menariknya dari penjelasan Frans Subur, pada SK perubahan yang diterbit Bupati Dula pada Tahun 2015 dilampir dengan nama dan nomor kapling tanah. Sehingga pemilik tanah tidak sulit menemukan lahan pengganti. Meski demikian ada yang kurang beres dalam nomor kapling yang tercantum dalam lampiran SK mantan Bupati Dula. “Nomor kapling 15 dan 16 itu tidak ada namanya tetapi kemarin pada saat ganti rugi mereka menerima uang dari pihak bandara. Kita tidak tahu siapa nama nama ini. Karena sebenarnya kita yang 7 orang saja tapi ko ada 15 dan 16. Saya tidak tahu siluman dari mana itu,” ujarnya. */Rio

Rekomendasi Anda

banner-single-post2
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

Terkini Lainnya