Mengapa Mayoritas Orang NTT Bisa Nyanyi?

16/03/2025 05:25
Array
Oleh : Emanuel Dewata Oja
banner-single

Seorang teman saya bilang begini; ‘Kenapa ya, hampir semua orang NTT bisa nyanyi, suaranya bagus-bagus. Cara bernyanyinya juga keren, bisa pecah suara tanpa komando. Kayaknya susah cari orang yang gak bisa nyanyi di NTT.” 

Harus diakui bahwa masyarakat NTT yang tersebar di empat pulau, Flores, Sumba, Timor dan Alor adalah masyarakat kultur dan religius. Memang banyak aspek bertautan yang membuat orang-orang NTT bisa bernyanyi dengan baik. 

Ini mulai dari hobi yang ringan-ringan, lalu berubah menjadi sebuah kegemaran dan akhirnya jadi bakat. Bernyanyi, kemudian berubah menjadi talenta istimewa bagi sebagian besar orang NTT. 

Jika ditelusuri lebih dalam, sekurangnya ada empat faktor pemicu atau semacam kepingan-kepingan potensi seni bernyanyi yang boleh jadi telah ‘diwariskan’ secara turun temurun di antara orang NTT. 

Pertama; Tradisi meninabobokan bayi. Salah satu fakta tradisi, yang umumnya diperankan para ibu (mama-mama) orang NTT, adalah meninabobokan bayi agar bisa tidur dan atau agar bayi yang menangis bisa berhenti menangis. 

Cara ini unik dan hampir sulit ditemukan di daerah lain di belahan bumi Indonesia. Seorang ibu yang punya bayi, biasanya untuk membuat bayinya tidur atau menghentikan tangisan bayi adalah dengan menggendongnya di depan perut atau di punggung. Bayi digendong dengan cara membungkusnya dalam sarung yang diikatkan ke bahu. 

Sang ibu, kalau sudah menggendong seperti itu, biasanya bernyanyi kecil, bisa sampai beberapa lagu, atau hanya bersenandung saja, sambil badannya bergerak ke kiri atau ke kanan, ke depan dan ke belakang, seperti gerakan dansa. Ini dilakukan sampai bayinya tertidur atau bayinya berhenti menangis. 

Kadang juga dilakukan saat menidurkan bayi di tempat tidur. Sang ibu berbaring miring bertumpu pada sisi kanan atau kiri tubuhnya, berhadapan dengan bayinya. Sambil menepuk-nepuk punggung bayi atau bokongnya, sang ibu bernyanyi kecil, sampai bayinya tertidur atau berhenti menangis. 

Baca Juga :   Bongkar Korupsi Untuk Ganti ‘Pemain’

Tradisi ini, kini juga beradaptasi dengan teknologi modern. Dimana sang ibu menghidupkan musik entah dari tape recorder atau handphone dan ia ikut bernyanyi mengikuti musik. 

Jadi, orang NTT sudah diajarkan bernyanyi sejak ia masih bayi, oleh ibunya. Meski korelasi antara tradisi ini dengan kemampuan orang-orang NTT untuk bernyanyi belum diteliti secara ilmiah, namun tradisi ini hidup dan bertumbuh subur di NTT. 

Kedua; Aspek kultur seni dan budaya dihimpun dari berbagai sumber, daerah Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki banyak suku. Hingga kini terdapat lebih dari 45 suku yang hidup dan berkembang di NTT. Di antaranya: Suku Rote, Suku Sabu, Suku Lamaholot, Suku Manggarai, Suku Mela, Suku Abui, Suku Alor, Suku Anas, Suku Atanfui, Suku Babui dan masih banyak lagi.

Keragaman suku di NTT menjadikan provinsi ini kaya akan kebudayaan, kaya akan bahasa daerah lokal. Demikian juga terdapat beragam jenis pakaian adat tenunan dengan corak yang berbeda satu sama lain. 

Dalam setiap ritual budaya dari masing-masing suku yang berbeda-beda ini juga terkandung unsur seni suara. Hampir semua ritual budaya terdapat sesi bernyanyi lagu-lagu daerah sesuai suku masing-masing. 

Ketiga; Pelajaran Kesenian di Sekolah Salah satu kurikulum sekolah, yang diterapkan dalam pelajaran kesenian di Sekolah, sejak Sekolah Dasar hingga Menengah Atas di NTT, mayoritas diarahkan pada seni suara dan seni musik tradisional maupun kontemporer. 

Aplkasi pelajaran seni suara dan seni musik ini berupa kemahiran membaca Not balok dan not angka. Not balok menggunakan simbol-simbol (seperti lingkaran, garis, dan bendera) untuk mewakili nada dan ritme, sedangkan not angka menggunakan angka (1, 2, 3, dst.) untuk mewakili nada. 

Baca Juga :   Warga Nagekeo Kaget, Tiga Titik Panas Bumi Disurvei Tanpa Sosialisasi

Tidak mengherankan jika mayoritas orang NTT mampu belajar sebuah lagu dengan membaca not (notasi nada), bahkan belajar membaca not balok. Tak hanya untuk mengasah kepandaian bernyanyi, lebih dari itu, sebahagian kecil hasilnya adalah kemampuan mencipta lagu. 

Keempat; Tradisi Gereja dari aspek religi, masyarakat NTT mayoritas beragama Kristen Katiolik dan Kristen Protestan. Penyebaran dan populasi umat Kristen di NTT terbagi dalam dua pulau besar di NTT. 

Di Pulau Timor dan Alor, ada Kabupaten Kupang,dengan Ibu Kota Oelamasi, ada Kotamadya Kupang dengan ibu kota Kupang, Kabupaten Timor Selatan dengan ibu kota Soe, Kabupaten Timor Tengah Utara dengan ibu kota Kefamenanu dan Kabupaten Rote Ndao dengan Ibu Kota : Ba’a. Kabupaten Malaka dengan Ibu Kota : Betun serta Kabupaten Alor dengan ibu kota Kalabahi. Di Kabupaten – kabupaten ini agama mayoritas yang dianut adalah Kristen Protestan.  

Di Pulau Flores dan Alor terdapat beberapa Kabuaten; Kabupaten Alor dengan Ibu Kota : Kalabahi, Kabupaten Lembata dengan ibu Kota: Lewoleba, Kabupaten Flores Timur dengan Ibu Kota : Larantuka, Kabupaten Sikka dengan Ibu Kota : Maumere, Kabupaten Ende dengan Ibu kota : Ende, Kabupaten Ngada dengan Ibu Kota : Bajawa, Kabupaten Nagekeo dengan Ibu Kota : Mbay, Kabupaten Manggarai dengan Ibu Kota : Ruteng, Kabupaten Manggarai Barat dengan Ibu Kota : Labuan Bajo dan Manggarai Timur dengan Ibu Kota : Borong. 

Agama mayoritas yang dianut masyarakat di kabupaen-kabupaten yang terdapat di Pulau Flores, adalah Kristen Katolik.  

Baik Kristen Katolik maupun Kristen Protestan, dalam ritus-ritus keagamaan, selalu diisi dengan nyanyian puji-pujian kepada Tuhan. Ini juga berkontribusi dalam pembentukan hobi dan bakat bernyanyi. 

Penulis adalah: Jurnalis dan Pemerhati Masalah Sosial

Baca Juga :   Dari Berkah Jadi Petaka: Warga dan Biarawan Bangkit Melawan Proyek Geothermal Mataloko

Rekomendasi Anda

banner-single-post2
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments

Terkini Lainnya