DENPASAR-Jurnalbali.com
Isu eksplorasi panas bumi di Pulau Flores terus bergulir. Setelah proyek geotermal di Sokoria (Kabupaten Ende) dan Mataloko (Kabupaten Ngada) mendapat penolakan dari Gereja Katolik, kini muncul temuan bahwa tiga titik di Kabupaten Nagekeo juga telah disurvei oleh para pakar yang diduga berasal dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama tim terkait di tingkat lokal.
——
Dokumen hasil survei yang beredar luas di media sosial menyebutkan bahwa penelitian dilakukan oleh tiga pakar geologi dan geofisika dari Badan Geologi Kementerian ESDM, yakni Dudi Hermawan, Dede Lim Setiawan, dan Widya Asoka S. Survei mengungkap adanya tiga kelompok lokasi manifestasi panas bumi di Nagekeo, yaitu di Marapokot, Rendoteno, dan Pajoreja.
Manifestasi panas bumi di Marapokot berupa mata air panas dengan suhu antara 37°C hingga 75°C, sedangkan di Rendoteno bersuhu 38°C, dan di Pajoreja 36°C. Para peneliti menduga bahwa sumber panas bumi ini berhubungan dengan aktivitas vulkanik di wilayah tersebut, termasuk Gunung Amegelu dan Gunung Ebulobo. Berdasarkan estimasi, potensi sumber daya panas bumi di Marapokot mencapai 15 MWe, sementara di Rendoteno dan Pajoreja masing-masing sebesar 10 MWe.
Meski demikian, pemanfaatan panas bumi di Nagekeo, khususnya di Marapokot, disarankan hanya untuk sektor pariwisata, pengeringan kopra, dan perikanan. Rekomendasi survei juga menyebutkan perlunya penelitian lebih lanjut menggunakan metode geolistrik.
Namun, rencana eksplorasi ini mendapat penolakan dari warga setempat, termasuk dua kepala desa di Kecamatan Mauponggo, yakni Kepala Desa Ululoga, Petrus Leko, dan Kepala Desa Lodaolo, Frans Bule.
Kepala Desa Ululoga, Petrus Leko, mengonfirmasi bahwa survei di Pajoreja memang pernah dilakukan beberapa tahun lalu. Namun, ia menyayangkan minimnya informasi yang diberikan kepada pemerintah desa.
“Saat itu kami sebagai wakil pemerintah setempat sama sekali tidak dijelaskan soal survei panas bumi. Kami memang melihat ada petugas datang ke lokasi, mengukur suhu air panas dan berbagai data lainnya yang kami tidak paham. Dalam bayangan kami, kedatangan petugas itu untuk ikut mengembangkan desa wisata air panas yang sudah kami bangun di desa kami. Kami kaget, ketika isu panas bumi ditolak oleh Yang Mulia Bapa Uskup Agung Ende dan kemudian beredar dokumen hasil penelitian itu. Kami tegas menolak. Kami sudah rapat dengan pastor paroki dan para tokoh, bahwa kami menolak,” ujarnya, Jumat (28/3/2025).
Senada dengan itu, Kepala Desa Lodaolo, Frans Bule, juga menolak rencana eksplorasi panas bumi di Pajoreja. Ia mengaku bahwa kebunnya, yang berdekatan dengan lokasi mata air panas, sempat diukur oleh tim survei.
“Kami kaget, ketika isu panas bumi mencuat dan ditolak oleh seluruh gereja Katolik. Saya akan memasang tanda penolakan persis di depan lokasi yang pernah diukur, di wilayah Desa Lodaolo,” tegasnya.
Frans mengkhawatirkan dampak eksplorasi panas bumi terhadap lingkungan dan mata pencaharian warga. Ia juga sejalan dengan sikap Uskup Agung Ende, Mgr. Paulus Budi Kleden, SVD, yang telah menyatakan penolakan terhadap proyek geotermal di Flores dan Lembata.
Sebelumnya, enam Uskup Regio Nusa Tenggara menyatakan sikap menolak proyek geotermal di Flores dan Lembata. Mereka berpendapat bahwa eksploitasi panas bumi dapat merusak ekosistem alam dan mengancam mata pencaharian warga.
Penolakan ini dituangkan dalam Surat Gembala Prapaskah yang dibacakan dalam Misa Prapaskah ke-III di seluruh gereja di Provinsi Gerejawi Ende pada Minggu, 23 Maret 2025.
Enam uskup yang menandatangani surat tersebut adalah:
1. Uskup Agung Ende, Mgr. Paulus Budi Kleden, SVD
2. Uskup Ruteng, Mgr. Siprianus Hormat
3. Uskup Denpasar, Mgr. Silvester San
4. Uskup Larantuka, Mgr. Fransiskus Kopong Kung
5. Uskup Maumere, Mgr. Ewaldus Sedu
6. Uskup Labuan Bajo, Mgr. Maksimus Regus
Dalam surat gembala tersebut, para uskup mengajak umat untuk menjaga lingkungan dan menolak eksploitasi sumber daya yang merusak ekosistem.
“Gereja dipanggil menjadi penjaga kehidupan dan pelayan sesama. Dalam semangat kasih Kristus, kami mengajak seluruh keluarga umat Allah di wilayah Provinsi Gerejawi Ende untuk menjaga lingkungan dengan menolak eksploitasi sumber daya yang merusak ekosistem, termasuk energi geotermal Flores dan Lembata, yang menimbulkan pertanyaan berbagai pihak saat ini,” demikian bunyi surat gembala.
Uskup Agung Ende, Mgr. Budi Kleden, SVD, menegaskan bahwa penolakan Gereja lahir dari keprihatinan terhadap kondisi wilayah Keuskupan Agung Ende yang didominasi oleh gunung dan bukit dengan lahan terbatas untuk pemukiman dan pertanian.
Hampir 80% umat Keuskupan Agung Ende adalah petani yang bergantung pada curah hujan, sementara sumber air tanah di wilayah tersebut sangat terbatas. Oleh karena itu, eksplorasi panas bumi dinilai berisiko terhadap keberlanjutan hidup masyarakat setempat.
Dengan penolakan dari Gereja dan masyarakat, rencana eksplorasi panas bumi di Nagekeo semakin mendapat sorotan. Pemerintah dan pihak terkait diharapkan memberikan klarifikasi mengenai masa depan proyek ini dan dampaknya bagi lingkungan serta warga setempat.
Penulis||Rilis||Editor||Edo