DENPASAR – Jurnalbali.com
Kampanye terbuka dalam Pemilihan Gubernur Bali 2024 telah resmi dimulai. Pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang diusung oleh PDIP beserta koalisi partai pendukung lainnya, Wayan Koster dan Nyoman Giri Prasta (Koster-Giri), memulai agenda kampanye dari Kabupaten Karangasem, Bali, pada Sabtu (28/9/2024).
———-
Berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan, Koster-Giri yang memperoleh nomor urut 2, melakukan kampanye di tiga lokasi strategis, yaitu Kecamatan Bebandem, Kecamatan Seraya, dan Kecamatan Karangasem. Di kawasan ujung timur Pulau Bali ini, animo masyarakat terhadap kehadiran pasangan calon sangat luar biasa. Di setiap titik, jumlah massa yang hadir diperkirakan melebihi 1.000 orang, sehingga secara keseluruhan, total kehadiran warga di tiga lokasi tersebut mencapai lebih dari 5.000 orang.
Wayan Koster tampaknya memiliki pandangan tersendiri terkait hal ini. Menurut Koster, dalam konteks kearifan lokal Bali, segala sesuatu memiliki awalan dari arah timur. Nilai-nilai budaya dan agama yang menjadi landasan kehidupan masyarakat Bali saat ini tidak pernah berakar dari barat, melainkan senantiasa berasal dari timur. Bahkan, menurut kepercayaan lokal, cahaya keberuntungan pun diyakini datang dari timur.
“Dulu waktu periode pertama, seluruh proses yang sama ini dimulai dari Seraya, Karangasem. Ini bagian dari restu alam semesta. Kali ini tiba-tiba kampanye perdana dimulai dari Seraya, Karangasem,” ujarnya.
Pada hari kedua, kampanye berlangsung di Kabupaten Buleleng dengan tiga lokasi utama, yakni Kecamatan Seririt, Busungbiu, dan Gerokgak. Antusiasme masyarakat sangat tinggi, di mana di setiap lokasi lebih dari 1.000 orang hadir secara spontan. Mayoritas dari mereka adalah pendukung setia Koster pada periode sebelumnya, yang kini kembali mendukung Koster-Giri untuk periode kedua. Jumlah massa di tiga titik tersebut mencapai lebih dari 5.000 orang. Secara keseluruhan, selama dua hari kampanye, Koster-Giri berhasil menarik lebih dari 10.000 warga, suatu angka yang signifikan untuk kampanye di tingkat desa.
Di Karangasem, kampanye bahkan harus dihentikan oleh Koster sendiri karena telah melewati batas waktu yang ditentukan, meski masih banyak warga yang ingin menyampaikan apresiasi atas kepemimpinan Koster pada periode pertama dan mendukungnya untuk kembali memimpin Bali. Koster, yang taat pada aturan, akhirnya menghentikan kampanye dan menenangkan massa yang masih bertahan di lokasi.
Banyak aspirasi masyarakat yang disampaikan, seperti usulan pembangunan sekolah pariwisata, rumah sakit, serta infrastruktur jalan dan gedung. Di Buleleng, misalnya, warga mengapresiasi kebijakan Koster dalam melindungi desa adat sebagai benteng terakhir bagi kelestarian adat dan budaya Bali. Secara spontan, masyarakat meminta Koster untuk kembali memimpin Bali di periode kedua. Suasana kampanye berlangsung hangat dan penuh rasa persaudaraan, di mana Koster-Giri senantiasa menjalin kedekatan dengan masyarakat, sebuah kebiasaan yang telah terbangun sejak periode pertama hingga kini.
Penulis||Orin||Editor||Restin