LABUAN BAJO, Jurnalbali.com –
Komitmen Presiden Joko Widodo, untuk meretas isolasi wilayah daerah-daerah terpencil di seluruh negeri selama hampir sepuluh tahun kepemimpinannya bukan isapan jempol. Itulah yang dilakukan Presiden Jokowi dengan membangun jalan Negara yang menghubungkan Kota Lauan Bajo dengan salah satu destinasi pariwisata unggulan di Manggarai Barat yakni Golo Mori.
———–
Terlebih lagi, Labuan Bajo telah ditetapkan pemerintah sebagai destinasi wisata premium. Infrastruktur semacam ruas jalan di Labuan Bajo pun dipoles sedemikian rupa hingga menuju kelayakan sebagai destinasi wisata premium.
Jalan mulus beraspal hotmix yang terbilang masih langka di kabupaten Manggarai Barat ini diresmikan langsung oleh Presiden Jokowi pada Selasa pagi, 14 Maret 2023. Sayangnya, dibalik peresmian tersebut, berhembus iu bahwa tanah milik warga yang tergusur oleh pembukaan arus jalan tersebut belum mendapat ganti rugi.
Saat peresmian itu, Jokowi mengatakan jalan ke Golo Mori tersebut “akan memperbaiki konektivitas dalam rangka mengembangkan Labuan Bajo sebagai destinasi pariwisata super prioritas.”
Suara protespun digaungkan salah seorang aktifis bernama Doni Parera. Ia selama ini memang mendampingi masyarakat korban pembangunan tersebut. Lantaran adanya kasus tidak adanya pembayaran ganti rugi atas lahan dan rumah warga yang tergusur, Doni lantas menyebut peresmian jalan Labuan Bajo-Golo Mori tersebut sebagai “merayakan pelanggaran negara atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021.”
Ia berkeyakinan bahwa Presiden Jokowi telah mendapat suplai informasi yang tidak benar. Ketidakbenaran tersebut lantaran belum ada ganti rugi atas lahan masyarakat yang diambil untuk pembangunan jalan itu. “Rumah, sawah, ladang, pekarangan dirampas tanpa kejelasan ganti rugi,” ujarnya.
Doni mengatakan, di Cumbi, salah satu kampung yang dilewati jalan itu, terdapat 18 rumah dibongkar dan harus bangun di lokasi baru menggunakan material rumah lama, “tanpa ada sentuhan sedikit pun bantuan dari pemerintah.”
Pembongkaran rumah-rumah itu, kata dia, “setelah Pemerintah Daerah Manggarai Barat memanipulasi warga dengan sosialisasi yang penuh intrik, tidak menyampaikan informasi utuh terkait ganti rugi lahan. Lalu (warga) diminta bubuhkan tanda tangan,” ujar Doni.
Ia menyebut setelah memanipulasi persetujuan warga, perampasan lahan terjadi dan semua upaya warga untuk menuntut hak mereka diabaikan. “Untuk siapa pembangunan jalan ke Golo Mori itu?” ujarnya.
“Mengapa untuk menyambut tuan-tuan besar yang datang berpesta pora di Flores, warga harus menanggung derita?”
Jalan yang dikerjakan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat itu mulai dibangun pada awal 2022. Jalan itu memiliki row 23 meter dan panjang 25 kilometer, dihitung dari Gorontalo, Labuan Bajo.
Dikerjakan Perusahaan Konstruksi BUMN Wijaya Karya [WIKA], proyek itu menelan biaya lebih dari empat ratus miliar rupiah.
Selain Kampung Cumbi, jalan itu juga melewati kampung-kampung lainnya, seperti Kampung Mberata, Nalis dan Nanga Nae di Desa Macang Tanggar.
Saat sosialisasi terkait pembangunan jalan itu pada 2018, pemerintah memanfaatkan kondisi warga yang saat itu sangat merindukan akses jalan yang memadai. (*/W-49/Flrs)