Prajuru dan Krama Bugbug Ngelurug ke DPRD Bali

22/04/2022 04:53
Array
Ketua DPRD Bali, Nyoman Adi Wiryatama didampingi jajaran saat menerima aspirasi dan klarifikasi Prajuru dan Krama Desa Adat Bugbug (FOTO/Ist)
banner-single

DENPASAR, Jurnalbali.com

Ratusan krama (warga adat) bersama Prajuru (pengurus) Desa Adat Bugbug, Karangasem, Bali ‘ngelurug’ Gedung DPRD Bali pada Kamis, (31/3/2022) untuk mengklarifikasi sejumlah informasi dan tuduhan yang disampaikan oleh sejumlah krama yang mengatasnamakan Desa Adat Bugbug pada tanggal 23 Maret 2022 lalu ke gedung dewan yang berlokasi di kawasan Renon, Denpasar ini.

—————-

Namun pada saat bersamaan DPRD Bali sedang melangsungkan sidang paripurna. Massa tetap setia menunggu di wantilan rumah rakyat tersebut dengan tertib hingga sidang paripurna selesai.

Beberapa saat kemudian Ketua DPRD Bali Nyoman Adi Wiryatama, Ketua Komisi I Nyoman Budi Utama, dan Ketua Komisi IV I Gusti Putu Budiarta beserta anggota dewan lainnya datang menerima kehadiran mereka di wantilan DPRD Bali.

Di hadapan wakil rakyat, Panyarikan (Sekretaris) Gede Desa Adat Bugbug, I Wayan Merta mengatakan klarifikasi ini penting lantaran enam poin yang disampaikan kelompok warga sebelumnya sama sekali tidak benar.
“Apa yang disampaikan oleh mereka itu adalah kebohongan dan jahat,” tandasnya.

Selanjutnya Wayan Merta membeberkan enam poin dari yang mereka tuduhkan dan perlu diklarifikasi yaitu:

Pertama, bahwa pemilihan Bandesa Adat bertentangan dengan pararem dan penuh dengan intimidasi

Pernyataan ini menurutnya sangat tidak benar. Mengacu pada Pergub Nomor 4 tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Daerah nomor 4 tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali, baru terealisasi pada tanggal 6 Maret 2020, dengan demikian pada masa itu masih transisi, belum tersosialisasikan dengan baik. Sementara pihaknya telah melakukan tahapan mulai tanggal 23 Agustus 2020.

Panyarikan Gede Desa Adat Bugbug I Wayan Merta SPd, MPd (tengah pegang mikrofon) didampingi Gede Ngurah SH (kiri baju putih)

Pihaknya berpendapat bahwa regulasi proses pemilihan Bendesa Adat Bugbug telah sesuai dengan Perda Nomor 4 tahun 2019, pasal 29 ayat 2, bahwa Bendesa Adat/sebutan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dipilih oleh krama secara musyawarah mufakat dan ayat 4 bahwa pemilihan Bendesa Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan penunjukan Prajuru sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan awig-awig atau Pararem (peraturan adat).

“Hal ini dapat kami buktikan dengan tahapan- tahapan pemilihan Bandesa Adat/sebutan lain, dari musyawarah tingkat banjar adat (ada 12 Banjar Adat), musyawarah mufakat paruman Nayaka, dan musyawarah mufakat Sangkepan Krama Ngarep yang dipimpin langsung oleh mantan Kelihan Desa Adat Bugbug I Wayan Mas Suyasa, SH didampingi oleh Jro Bandesa Adat Bugbug I Nyoman Jelantik,” sebutnya.

“Hal ini sangat konsisten dengan Awig-awig Desa Adat Bugbug saduran 2002, Palet 2 Pawos 15 angka 4 huruf n, c, r dan angka 5 huruf n dan c,” sambung Merta.

Proses pengadegan (pemilihan) Bandesa Adat ini telah dianggap final oleh Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali dengan dikeluarkannya Keputusan MDA Provinsi Bali Nomor: 477/SK-K/MDA-Pbali/II/2021 tentang Penetapan, serta Pengakuan Prajuru Desa Adat Bugbug berdasarkan Rekomendasi MDA Kabupaten Karangasem perihal Penerbitan SK Pengukuhan Prajuru Desa Adat Bugbug Kecamatan Karangasem Nomor: 230/Rek/MDA-Kr.asem/XII/2020. 

“Jika dikaji, kami telah melakukan proses mejaya-jaya pada tanggal 13 Oktober 2020, hal ini membuktikan bahwa MDA Provinsi Bali sangat hati-hati mengeluarkan keputusan, masalah ini dipelajari selama 5 bulan itupun setelah tidak ada satupun krama masyarakat Bugbug yang melapor keberatan barulah keputusan keluar tanggal 4 Februari 2021,” paparnya.

Baca Juga :   Proses Seleksi Komisioner KPID Bali Ricuh, Masyarakat Mengadu ke Ombudsman

Kedua, bahwa penggunaan Dana Hibah Gubernur yang difasilitasi oleh Anggota Dewan tanpa melalui Paruman Adat

Wayan Merta menegaskan, setelah pengadegan Kelian Desa Adat, telah dilaksanakan rapat koordinasi program desa adat dengan surat Nomor: 527/DAB/X/2020 pada hari Sabtu, tanggal 14 Nopember 2020 jam 10.00 wita. Kelihan Desa Adat Bugbug telah menyampaikan bahwa akan ada dana bansos sebesar Rp1 Miliar yang akan difokuskan untuk pembangunan Gapura di Sanghyang Ambu, dengan undangan Staf Pimpinan Prajuru Dulun Desa, BPK, Jero Mangku Desa Adat, Pimpinan Pacalang, Pengurus STT Banjar Adat. 

Pertemuan sosialisasi kembali dilaksanakan dengan bentuk simakrama kepada Krama Banjar Adat dengan surat Nomor: 561/DAB/XI/2020 dengan Jadwal sebagai berikut: Kamis/ 3 Desember 2020, Pukul 14.00 Wita sampai dengan selesai; Banjar Adat Geria; Banjar Adat Puseh; Banjar Adat Bancingah; Banjar Adat Madya.

Pada Jumat, 4 Desember 2020, pukul 14.00 Wita sampai dengan selesai; Banjar Adat Baruna; Banjar Adat Dukuh Tengah; Banjar Adat Darmalaksana; Banjar Adat Sega. Kemudian, pada Sabtu, 5 Desember 2020, pukul 14.00 Wita sampai dengan selesai; Banjar Adat Asah; Banjar Adat Celuk Kangin; Banjar Adat Celuk Kauh; Banjar Adat Samuh.

“Dalam kegiatan simakrama tersebut krama masyarakat Banjar Adat sangat antusias menyimak paparan program pembangunan Gapura yang bersumber dari dana Bansos,” ujarnya.

Sosialisasi juga kembali dilaksanakan dengan sasaran anggota STT Banjar Adat dengan surat nomor: 562/DAB/XII/2020 pada Sabtu, tanggal 5 Desember 2020, pukul 10.00 Wita bertempat di Wantilan Desa Adat Bugbug.

“Untuk itu dapat kami simpulkan bahwa aspirasi nomor 2, jelas-jelas mencoreng kredibilitas Kelian Desa Adat Bugbug yang sekaligus sebagai anggota DPRD Provinsi Bali dimana berdasarkan fakta-fakta tersebut Kelian Desa Adat Bugbug telah melakukan tahapan-tahapan secara proporsional dan profesional, terarah, terpadu dan berkesinambungan,” urainya.

Ketiga, bahwa dana hasil penjualan kayu tidak sesuai dengan hasil penjualan dengan dana masuk Ke Desa Adat

Wayan Merta kembali menegaskan pernyataan ini tidak didukung oleh fakta-fakta dan ini murni pembohongan yang nantinya akan berdampak pada gangguan keharmonisan Desa Adat sekaligus dapat mencoreng Kredibilitas Prajuru Desa Adat Bugbug. Dengan menunjukkan laporan hasil penjualan kayu dimaksud, ia mengatakan fakta hasil penjualan jelas dan sesuai.

Keempat, bahwa dana hasil penjualan tanah urug belum diketahui krama

Terkait hal ini, Ia mengatakan bahwa sesuai mekanisme yang telah berjalan terdahulu tepatnya pada pemerintahan I Wayan Mas Suyasa SH, sebagai Kelian Desa Adat Bugbug selama 30 tahun, semua regulasi program kegiatan yang dilaksanakan sesuai APBD akan dilaporkan pada rapat Paruman Prajuru Dulun Desa Adat dalam bentuk penyampaian Nota Keuangan sekitar bulan Mei tahun berjalan. 

Paruman Prajuru Dulun Desa Adat merupakan paruman tertinggi Desa Adat Bugbug, ketika paruman tersebut menerima penyampaian nota keuangan maka LPJ tersebut baru dianggap final dan memenuhi akuntabilitas keuangan kemudian baru disampaikan ke Banjar Adat. 

Baca Juga :   Dua Bupati Jadi Penjamin  Penangguhan Penahanan 21 Tersangka Golo Mori

“Berdasarkan penjelasan tersebut dapat kami simpulkan bahwa kelompok krama yang menyampaikan aspirasi tidak memahami regulasi proses penggunaan dana di Desa Adat atau gagal paham, karena mereka (kelompok warga yang mengadu, red) lama tinggal di Denpasar dan tidak pernah sama sekali duduk sebagai Prajuru Desa Adat,” tegasnya.

Kelima, bahwa dana Desa Adat sebanyak Rp14,5 M yang dikumpulkan oleh Desa Adat selama 35 tahun ludes dalam 1 tahun

Wayan Merta mengatakan pernyataan ini sangat menyesatkan dan kental nuansa kebohongan. Karena ketika kita berbicara angka menurutnya harus didukung oleh kekuatan data ilmiah yang aktual, faktual, dan akuntabel. Pandangan kami penjelasan ini sangat murahan. 

“Kami berpendapat bahwa dampak dari tebaran kebohongan dan fitnah dapat menciptakan gangguan keharmonisan, ketentraman, dan kenyamanan krama masyarakat Desa Adat Bugbug dan sekaligus dapat mengganggu proses tata kelola Desa Adat,” katanya.

Berdasarkan laporan keuangan Desa Adat, Wayan Merta mengatakan sangat jelas bahwa jumlah uang tabungan deposito tertera Rp14.361.025.343,00 dan pengambilan dana induk yang digunakan untuk regulasi sebuah program sebesar Rp.9.566.155.769 sehingga masih ada tabungan deposito sebesar Rp.4.794.869.574,00. 

Data ini menurutnya belum final karena penyampaian nota keuangan belum dilaksanakan oleh Prajuru Desa Adat, rencana penyampaian nota keuangan tahun anggaran 2021 akan dilaksanakan awal minggu pertama di bulan April.

Keenam, bahwa ada pembangunan Vila di kawasan hutan lindung milik Negara dilereng Bukit Gumang

Lagi-lagi, Wayan Merta menyatakan pernyataan yang disampaikan ini tanpa dukungan data valid, sebagai dasar argumentasi dari sebuah narasi yang dibuat. Pasalnya, tanah yang dianggap hutan lindung itu sudah bersertifikat hak milik Desa Adat Bugbug, dengan fakta tersebut tidak ada alasan pembenar untuk mengatakan tanah tersebut hutan lindung. 

Wayan Merta menjelaskan kenapa dulu saat Kelian Desa Adat Bugbug I Wayan Mas Suyasa SH, status tanah tersebut masih diragukan, karena masih dalam bentuk pipil/girik dengan demikian status tanah tersebut masih gamang. 

Namun setelah diteliti kembali berdasarkan Klasiran 36 dan peta Blok yang dimiliki Desa Adat Bugbug, ternyata tanah tersebut bukan kawasan hutan lindung, dengan fakta tersebut Prajuru Desa Adat Wibaga Palemahan mensertifikatkan tanah tersebut dan terbitlah sertifikat hak milik atas nama Laba Pura Segara Desa Adat Bugbug,” terangnya.

Menurutnya, merupakan keniscayaan bagi Desa Adat Bugbug bila lahan tersebut digunakan dan dimanfaatkan untuk dapat menambah dan meningkatkan pendapatan asli Desa Adat yang nantinya akan bermuara pada peningkatan kesejahteraan krama masyarakat Desa Adat Bugbug. Hal ini sangat konsisten dengan visi Gubernur Bali Nangun Sad Kerthi Loka Bali pada Jagat Kerti. 

“Demikian paparan klarifikasi kami sebagai Prajuru Desa Adat Bugbug, menyikapi papara kebohongan dari kelompok krama yang menyampaikan aspirasi ke MDA Provinsi Bali dan DPRD Provinsi Bali,” tandasnya.

Diduga Ada Nuansa Politis di Balik Aspirasi yang Disampaikan Kelompok Warga

Gede Ngurah, salah satu krama Desa Adat Bugbug yang ikut hadir dalam penyampaian klarifikasi tersebut mengungkapkan, apa yang disampaikan kelompok warga sebelumnya itu tidak adil, dan menyebut ada nuansa politis di dalamnya. Pihaknya mensinyalir, ini ada kaitannya dengan pemilihan Perbekel (Kepala Desa) Desa Bugbug yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat. Pasalnya masalah-masalah yang lebih urgen justru tidak disampaikan dalam pertemuan yang dikatakan menyampaikan aspirasi itu.

Baca Juga :   Wakil Walikota Gugah Kepemimpinan Mahasiswa

“Sebenarnya terhadap aspirasi yang mereka (kelompok warga) bawakan, harusnya mereka tambahkan juga mengenai kasus LPD (Lembaga Perkreditan Desa Adat Bugbug) yang belum ada kejelasan. Mengapa itu tidak disampaikan, apakah karena itu hasil kerja dari kelompok mereka. Mengapa masalah yang lebih urgen justru tidak disampaikan,” tegasnya, ditemui usai penyampaian klarifikasi Prajuru Desa Adat Bugbug.

“Jadi patut diduga ini (penyampaian aspirasi oleh kelompok warga) ada muatan politik, mengingat di Desa Bugbug akan ada pemilihan Kepala Desa. Kita duga mereka ini pendukungnya salah satu paslon. Sudah satu tahun lima bulan ini berjalan (pemilihan Bandesa Bugbug, red), sebelumnya mereka tidak pernah meminta klarifikasi langsung dengan pihak Prajuru. Kok baru sekarang mempermasalahkan, ini ada apa,” tandasnya. 

Kehadiran Prajuru dan krama Desa Adat Bugbug diterima langsung oleh Ketua DPRD Bali Nyoman Adi Wiryatama di Wantilan Gedung DPRD Bali, didampingi Ketua Komisi IV, I Gusti Putu Budiarta yang membidangi masalah adat, dan Ketua Komisi I, I Nyoman Budi Utama yang membidangi masalah hukum. Turut juga mendamping dari, I Nyoman Purwa Arsana, Komisi III DPRD Bali yang notabene Bendesa Adat Bugbug.

Menanggapi penyampaian klarifikasi dari Prajuru Desa Adat Bugbug tersebut, Nyoman Adi Wiryatama mengatakan menerima pemaparan klarifikasi yang diberikan. Dari enam poin klarifikasi yang disampaikan, terkait proses Ngadegang Bandesa Adat Bugbug, pihaknya menilai tidak ada masalah. 

Pelaksanaan pemilihan Bendesa Bugbug sudah berjalan sebagaimana mestinya sesuai awig dan perarem yang ada dan sejalan dengan Perda 4 tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali. Untuk itu, diharapkan hasil pemlihan tersebut tidak dikutik-kutik lagi agar tidak menimbulkan kegaduhan di masyarakat. 

Lebih lanjut terkait dana bansos, dikatakan desa adat bersyukur bisa mendapatkan dana bansos. Semakin banyak semakin baik sehingga dapat mendukung program dan pembangunan yang ada di desa adat secara maksimal. 

Sementara terkait tiga poin lainnya, yakni masalah laporan pertanggung jawaban keuangan, hasil penjualan kayu dan tanah urug disarankan agar permasalahan tersebut dapat diselesaikan secara baik di intern Desa Adat Bugbug. Ia berharap penyelesaian masalah ini dapat dilakukan dengan mengedepankan musyawarah.

“Pertama-tama, saya mengapresiasi mereka (Prajuru dan krama Desa Adat Bugbug, red) sudah datang dengan tertib dan menyampaikan aspirasi klarifikasinya. Saya lihat ini ada kesalahpahaman, jadi saya imbau masalah ini dapat diselesaikan dengan duduk bersama,” sambut Ketua DPRD.

Adi Wiryatama menyarankan agar kedua belah pihak dapat menyelesaikan permasalahan internal secara dengan baik-baik.

“Jadi rekomendasi kami sudah jelas, silahkan duduk bersama dulu. Kalau tidak bisa dapat menempuh jalur hukum. Tapi saya sarankan, alangkah baiknya dapat diselesaikan dengan duduk bersama,” harap Adi Wiryatama. (*/Bil)

Rekomendasi Anda

banner-single-post2
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

Terkini Lainnya