DENPASAR, Jurnalbali.com
Masyarakat keturunan Kabupaten Flores Timur dan Lembata di Bali, resmi mendeklarasikan Forum Komunikasi (Forkom) Tite Hena. Frasa Tite Henda sendiri dalam masyarakat Flores Timur umumnya dikenal sebagai istilah, dengan terjemahan bebas mengandung makna “Kita bersaudara dalam satu kultur.’
—————————
Deklarasi Forkom Tite Hena digelar di kawasan wisata Sanur Bali, Minggu 27 Februari 2022, petang. Forum ini mengusung tagline “Tulus dalam Persaudaraan, Ikhlas Dalam Kebersamaan”.
Salah seorang deklarator, Achmad Peten Sili menuturkan, setiap insan manusia, selalu ada sisi aktif dan sisi pasifnya. Oleh karena itu, pemilihan kalimat tulus dalam persaudaraan merupakan sisi aktif seorang manusia. Sementara kalimat ikhlas dalam kebersamaan menggambarkan sisi pasif manusia sebagai makhluk sosial.
“Dalam persaudaraan itu, tidak memandang siapapun. Orang Bali dan masyarakat Flores Timur – Lembata semuanya saudara. Oleh karena itu, ada kewajiban untuk ikut memikirkan dan bertanggungjawab atas nilai-nilai keharmonisan, kesejahteraan dan kebahagiaan diantara kita,” tutur Peten Sili.
Sementara kalimat ikhlas dalam kebersamaan, menurut Ketua Pengadilan Negeri Tabanan ini bahwa menggambarkan sisi pasif manusia sebagai makluk sosial.
“Sebuah kesadaran bahwa setiap kita tentu punya kekurangan dan kelemahan. Kebersamaan memang mengisyaratkan adanya kepekaan, kepedulian, tenggang rasa dan keprihatinan. Kadang kita mengalami suatu masa, dimana kita berada dalam ketidakmampuan. Untuk saling membantu diantara kita, kadang kita lalai dalam pemenuhan akan kewajiban kita. Karena itu, harus adanya keikhlasan,” lanjutnya.
Hal senada disampaikan deklarator lain nya, Umar Ibnu Alkhatab yang juga saat ini menjabat Kepala Ombudsman RI Provinsi Bali. Menurutnya, Forum ini merupakan wadah masyarakat dua kabupaten di Flores yang memiliki kultur dan budaya yang sama.
“Sebagai masyarakat perantau yang memiliki kultur budaya yang sama, perlu adanya wadah seperti Forkom Tite Hena Bali ini. Karena kata Tite Hena dalam bahasa kultur orang Flores Timur dan Lembata bahwa kita semua ini satu. Oleh karena itu, berkomunikasi menentukan kualitas hubungan yang dibangun,” ungkap Umar.
Selain itu, dengan komunikasi maka masyarakat perantau bisa saling belajar dan mengetahui satu sama yang lain. Dengan demikian, terjalin keakraban dan kedekatan, yang bakal menjadi kekuatan bersama.
“Dalam komunikasi itulah, proses saling belajar tercipta. Kemampuan berkomunikasi yang baik, tidak datang dengan sendirinya. Kemampuan itu akan lahir karena intensitas kita dalam berkomunikasi. Semakin intens, akan semakin baik. Bahwa ada yang punya kemampuan lebih dalam berkomunikasi, mungkin karen ia punya jam terbang yang tinggi. Tetapi itu tidak mengurangi nilai apapun diantara kita, sepanjang ada keinginan untuk berkembang,” jelas Umar.
Sementara Sekretaris Panitia Deklarasi, Apolonaris Klasa Daton menjelaskan, panitia bekerjasama dengan para deklarator untuk menyukseskan deklarasi ini. Menurut Polo panggilan akrabnya, deklarasi menghadirkan Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik, Kementrian Kominfo RI, Usman Kansong.
Selain itu hadir pula Wakil Gubernur Bali, Prof. DR. Ir. Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati, Kepala LLDIKTi Wilayah VIII, Prof. DR. I Nengah Dasi Astawa, merupakan bentuk tonggak sejarah dan anggota forum dapat belajar dari para tokoh ini.
“Agenda deklarasi dirangkai dengan orasi kebudayaan oleh pak Usman Kansong yang juga keturunan Flores Timur. Selain itu, Pak Wagub Bali yang juga tokoh budaya dari Puri Ubud. Nah dua tokoh budaya ini menggambarkan masyarakat hidup berbudaya,” ungkapnya.
“Semakin lengkap, sebagai masyarakat modern yang berbudaya kami hadirkan Prof Dasi Astawa untuk berbagai bagaimana komunikasi masyarakat antar dan inter warga,” tutup Polo yang juga Redaktur Pelaksana Pos Bali ini. (*/Bil)