Protes Penyerobotan Tanah di Serangan tak Ditanggapi, Ipung Kembali Meradang

03/06/2022 09:00
Array
Siti Sapura alias Ipung saat menggelar jumpa Pers terkait tanah miliknya di Kampung Bugis Serangan yang diserobot. (FOTO/Ist)
banner-single

DENPASAR,Jurnalbali.com

Persoalan jalan di Kampung Bugis Serangan yang dibangun di atas lahan milik Siti Sapura alias Ipung sebagai ahli waris Daeng Abdul Kadir, hingga saat ini belum juga terselesaikan. Hal ini karena pihak-pihak yang diduga mengetahui asal-usul lahan yang dijadikan jalan ini pun terkesan diam saja.

——————

Ditambah lagi muncul pihak lain yang malah mengklaim lahan seluas 7 are itu adalah miliknya. Mendengar ini, Ipung mengaku sudah capek, lelah dan gerah. Tapi demi memperjuangkan haknya, dia pun harus menjelaskan kembali soal apa yang sudah beberapa kali dia katakan melalui media.

Dengan raut wajah yang terlihat lelah, Ipung kembali mengatakan, bahwa dia tidak bermaksud menggurui siapa pun. Dia hanya ingin memberi edukasi atau pengetahuan tentang kepemilikan hak warisan dari ayahnya yang bernama Daeng Abdul Kadir di Kampung Bugis Serangan yang diserobot alias diklaim pihak lain.

“Saya sebenarnya sudah capek menjelaskan ini, saya sudah katakan dari awal bahwa saya mengantongi bukti sangat lengkap, karena asal-usul dari tanah itu memang jelas, merupakan tanah warisan dari ayah saya,” tegas Ipung kepada wartawan di kantornya, Kamis (2/6/2022).

Karena tidak mau urusan ini hanya bolak balik begitu saja yang malah membuatnya gerah, ia pun mulai mengambil langkah tegas dengan mengancam akan melakukan tindakan penutupan jalan jilid II, setelah sebelumnya dilakukan penutupan pertama pada, Rabu 9 Maret 2022 lalu.

Hanya saat itu dia hanya menutup jalan dengan menggunakan batako dan semen ala kadarnya. Tapi untuk rencana penutupan jalan jilid II ini, Ipung akan menutup secara permanen sehingga tidak ada pihak yang bisa membongkar atau melintasi jalan itu.

Tapi sebelum hal ini dilakukan, Ipung yang paham betul dengan urusan hukum, terlebih dahulu melakukan upaya dengan mengirim somasi kepada dua pihak yang dianggap paling tahu soal tanah tersebut. Selain mengirim somasi kepada dua pejabat di Desa Sedangan ini, Ipung juga bersurat ke beberapa instansi lainya termasuk ke Presiden Joko Widodo.

Baca Juga :   Terkait Verifikasi Media, Dewan Pers Beri Kesempatan SMSI Daftarkan Anggotanya

Ipung menjelaskan mengapa dia harus membawa masalah ini ke mana-mana. Ipung menyebut, pertama, mengajukan surat keberatan kepada Walikota. Kedua, keberatan kepada Camat Densel, termasuk Lurah dan Jro Bendesa dalam bentuk somasi.

Ipung menyebut suratnya juga dia tujukan mulai kepada Presiden Joko Widodo, juga ke Kementarian Agraria, Menteri Lingkungan Hidup, Ombudsman RI, KPK, Kejaksaan Agung, BPN Pusat, BPN Bali, PT Denpasar, PN Denpasar, Camat, Lurah, Jro Bendesa, dan lainnya. Soal dua pejabat di Desa Serangan yang disebut Ipung diberikan somasi adalah Lurah Serangan, I Wayan Karma dan Jro Bendesa Adat Desa Serangan I Made Sedana.

Soal alasan mengapa Ipung mengirim somasi kepada Lurah Serangan dan Jro Bendesa Adat Desa Serangan, Ipung mengatakan, kedua pejabat ini adalah temannya semasa kecil saat masih tinggal di Pulau Serangan. Kedua pejabat ini pun pasti mengetahui di mana Ipung tinggal dan menetap.

Selain itu, Ipung juga menganggap bahwa kedua orang ini tidak memiliki niat baik untuk menyelesaikan persoalan. Atas alasan inilah, Ipung mengirim somasi yang sudah dilayangkan sejak Rabu (1/6/2022) dan diberi batas selama 7 hari kepada kedua orang ini.

Dalam somasi, salain menjelaskan kembali soal kepemilikan tanah yang dijadikan jalan, Ipung juga memberi waktu untuk mereka selama 7 hari ke depan agar menyelesaikan persoalannya ini dengan membayar kompensasi atas penggunaan tanahnya sebagai jalan selama 7 tahun ke belakang.

Dalam surat somasi itu, Ipung juga langsung merinci soal harga yang harus diganti atau dibayarkan atas tanahnya yang dijadikan jalan. “Saya minta di sana per tahun Rp 300 juta x 7 are, dan saya beri harga lagi jika ingin dipakai Rp 1 milliar x 7 are. Jika tidak mampu membayar, kembalikan tanah itu kepada saya dan seperti semula. Jika tidak, jangan salahkan saya menutup jalan secara permanen,” katanya.

Baca Juga :   Disebut Akan Jadi Pusat Perbelanjaan Terbesar dan Termewah di Bali, Living World Mall Denpasar Habiskan 800 Miliar

Sementara soal mengapa Ipung membawa persoalan ini sampai ke Kejaksaan Agung, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan meminta bantuan kepada koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman, ini karena ia menduga ada uang rakyat yang juga ikut menjadi korban dalam persoalannya ini.

Dijelaskannya, pada saat pertemuan di Kantor Lurah Serangan, Sabtu 19 Maret 2022 usai dilakukan penutupan jalan, Ipung mendapat informasi dari orang-orangnya yang ikut dalam petemuan itu, bahwa ada statemen dari Kepala Bagian Bina Marga yaitu Bapak Dirgayasa yang menyebut bahwa tanah itu bukan bagian dari SK, tapi ada permohonan pengajuan proposal dari desa adat, yaitu permohonan dari Jro Bendesa Adat Serangan. Jro Bendesa Adat Serangan mengirim proposal kepada Pemkot Denpasar.

Ipung menjelaskan, proposal yang diajukan oleh Jro Bendesa Adat Serangan yang sampai saat ini masih menjabat itu, adalah permohonan untuk melakukan pengaspalan hotmix di atas lahan miliknya. “Atas proposal itu maka tanah saya ini diajukan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang),” jelas Ipung.

Karena Musrenbang, di sana ada anggaran negara atau uang rakyat yang digunakan atau dikeluarkan untuk mengaspal tanah miliknya. “Jadi tanah saya dijadikan jalan dijadikan alat dijadikan alasan untuk mengeluarkan anggaran negara untuk membayar kompensasi,” ungkap Ipung.

Dengan adanya anggaran atau uang negara dari musrenbang itulah Ipung meminta kepada Jaksa Agung, KPK dan koordinator MAKI untuk membantu melakukan investigasi soal siapa yang melakukan apa, dan siapa yang menggunakan tanahnya untuk dikorupsi.

Menyinggung lagi soal surat yang dikirim ke Walikota Denpasar, Ipung menyatakan surat itu isinya adalah keberatan karena sebelumnya mengeluarkan statemen tentang tanah itu merupakan milik Pemkot berdasarkan SK.

Baca Juga :   Serpihan Diduga dari KRI Nanggala Ditemukan di Celukan Bawang, Ini Penjelasan Kasal

Ipung juga mengatakan, dalam surat yang ditujukan ke Walikota dia sedikit mencurahkan isi hatinya yang merasa kecewa dengan Pemkot Denpasar. Ipung mengatakan, ia pernah dilamar Pemkot pada tahun 2012 hingga tahun 2017 untuk membantu Kota Denpasar menyelamatkan anak-anak yang menjadi korban atau berhadapan dengan hukum di Kota Denpasar.

Sampai akhirnya Kota Denpasar dapat anugerah tertinggi dalam status Kota Ramah Anak. “Saya juga pernah roadshow dari level TK hingga SMA serta ke banjar-banjar untuk sosialiasi, dan itu semua tidak dibayar. Kasus anak yang saya tangani pun tidak pernah dibayar,” terangnya. (*/Bil)

Rekomendasi Anda

banner-single-post2
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

Terkini Lainnya